21/01/15

Adek-adek Binaan Belajar Bahasa Inggris

   

  Semarang- (17/01) Seperti biasanya setiap hari sabtu Dep. Sosmas menggadakan pembinaan bersama  adek-adek TPQ Bani Abdurrasyid Semarang. Kali ini materi pembelajaran adalah Bahasa Inggris. Dikarenakan banyak yang menggeluhkan bahwa pelajaran Bahasa Inggris itu sangat sulit untuk dipahami. Dan pada kesempatan kali ini para kader mencoba mencari solusi dengan proses belajar yang menyenangkan supaya pelajaran yang terkesan sulit menjadi lebih menyenangkan.
  Solusi yang pertama mungkin agak berbeda dengan cara metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah-sekolah. Kami mencoba menerapkan pembelajaran yang menyenangkan diawal pembelajaran supaya pelajaran yang terkenal sangat sulit akan terasa menyenangkan diawal pembelajaran dengan memberikan tebak-tebakan yang tentunya dalam Bahasa Inggris. Tujuan memberikan tebak-tebakan agar tercipta interaksi antara murid dan guru itu lebih baik sampai berakhirnya proses belajar-mengajar. 


Post by Rofiyani

28/07/14

Sejarah, Hikmah, Shalat dan Khutbah Hari Raya Idul Fitri


KAMMI UPGRIS - Hari raya Idul Fitri merupakan salah satu hari rayanya umat Islam yang waktunya bertepatan tanggal 1 Syawal.

Sejarah Hari Raya

Sebelum Islam mengalami kejayaan, tradisi orang Arab pada saat merayakan hari rayanya lain dengan cara umat Islam. Mereka bersenang-senang dengan berfoya-foya sehingga tradisi tersebut menjamur sampai mereka masuk Islam. Diantara hari raya yang mereka rayakan adalah hari raya Nairuz dan Mihron. Kemudian pada saat Baginda Nabi Muhammad Saw. datang di Madinah, beliau Saw. menjumpai kaum Anshar yang sedang merayakan hari rayanya dengan model seperti di atas. Lalu Nabi Saw. bertanya: “Hari apakah ini?”

Mereka menjawab: “Ini adalah hari raya yang biasa kami buat hiburan pada saat zaman jahiliyah.”

Kemudian Nabi Saw. bersabda:

قَدْ أَبْدَلَكُمُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ اْلأَضْحَى وَيَوْمَ اْلفِطْرِ

“Sesungguhnya Allah telah menggantikan keduanya dengan hari yang lebih baik, yaitu hari raya Idul Adha (Qurban) dan hari raya Idul Fitri.”

Hal-hal yang Disunnahan pada Hari Raya
Hal-hal yang disunahkan pada hari raya adalah:

1) Membaca takbir. Dimulai pada saat terbenamnya matahari pada malam hari raya sampai imam akan mengerjakan shalat hari raya.

Takbir dibagi menjadi 2 macam; Takbir Mursal, yakni takbir yang tidak disunnahkan dibaca setelah shalat, seperti halnya takbiran pada hari raya Idul Fitri. Kedua adalah Takbir Muqayyad, yakni takbir yang disunnahkan untuk dibaca setelah shalat, seperti halnya takbiran pada hari raya Idul Adha yang waktunya dimulai waktu Shubuhnya bulan Arafah sampai Ashar yang terakhir hari tasyriq.

Takbiran ini disunnahkan setelah shalat fardhu, baik ada’ atau qadha, setelah shalat sunnah Rawatib, sunnah Mutlak, sunnah Tahiyyatul Masjid, sunnah Wudhu dan shalat Jenazah. Adapun bacaan takbirnya sebagai berikut:

اَللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَاِلَهَ اِلاَّالله وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ و لِلَّهِ اْلحَمْدُ .اَللهُ أَكْبَرْكَبِيَرًا وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً .لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَلاَنَعْبُدُ إِلاَّ إِياَّهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن وَلَوْ كَرِهَ الْكاَفِروْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُنَافِقُوْنَ .لاَاِلَهَ اِلاَّوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ .لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ لِلَّهِ اْلحَمْدُ

2) Mengisi malam hari raya dengan memperbanyak beribadah. Minimal melakukan shalat Isya berjamaah dan berkeinginan melakukan shalat Shubuh secara berjamaah. Sesuai dengan sabda Nabi Saw.:

مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ اْلعِيْدِ أَحْيَا اللهُ قَلْبَهُ يَوْمَ تَمُوْتُ اْلقُلُوْبُ.

“Barangsiapa yang mengisi malam hari raya dengan memperbanyak ibadah maka Allah akan menghidupkan hatinya disaat semua hati manusia mati.”

Ulama salaf punya metode lain, yaitu melakuan shalat sunnah Mutlak. Adapun tata caranya sebagai berikut:
a. Membaca niat:

أُصَلىِّ سُنَّةً لِإِحْياَءِ لَيْلَةَ عِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

b. Melakukan shalat 2 rakaat. Rakaat pertama membaca surat al-Fatihah dan al-Falaq masing-masing 15 kali. Dan rakaat kedua membaca surat al-Fatihah dan an-Nas masing-masing 15 kali.
c. Setelah salam membaca wirid: Ayat Kursi 13 kali, istighfar 15 kali, shalawat 15 kali, dzikir 15 kali dan ditutup dengan doa.

3) Mandi. Meskipun tidak punya tujuan untuk menghadiri shalat hari raya. Waktunya mulai pertengahan malam sampai terbenamnya matahari pada hari raya. Namun yang lebih utama adalah mandi dilakukan setelah shalat sunnah Fajar. Adapun niatnya mandi sebagai berikut:

نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِدُخُوْلِ يَوْمِ عِيْدِ اْلفِطْرِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى.

Sebelum melakukan shalat hari raya, yang lebih utama adalah makan kurma yang jumlahnya ganjil.
4) Berangkat pagi-pagi. Bagi selain imam disunnahkan berangkat dini hari setelah shalat Shubuh. Sedangkan bagi imam disunnahkan berangkat pada saat masuknya waktu shalat.
5) Memakai wangi-wangian dan pakaian yang bagus, warna hijau atau putih.
6) Berangkat berjalan kaki dengan keadaan tenang melalui jalan yang jauh, dan ketika pulang melalui jalan yang lebih pendek.
7) Bagi selain imam dianjurkan melakukan shalat sunnah Qabliyyah jika tidak mendengarkan khutbah. Sedangkan bagi imam hukumnya makruh melakukan shalat sunnah Qabliyyah dan Ba’diyyah hari raya.
8) Mencukur rambut, memotong kuku dan menghilangkan bau yang tidak sedap.
9) Melakukan shalat sunnah Idul Fitri.
10) Melakukan khutbah Idul Fitri.
11) Saling memberi penghormatan antara satu dengan yang lainnya seperti mengucapkan “Taqabbalalallahu minna waminkum”.
12) Berjabat tangan dengan sesama jenis atau beda jenis yang semahram. Klasifikasi hukum berjabatan tangan sebagai berikut: 1) Haram berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang tidak semahram serta tidak menggunakan penghalang, begitupula dengan amrad yang tampan. 2) Makruh berjabat tangan dengan orang yang punya penyakit menular. 3) Makruh berangkulan kecuali dengan orang yang baru datang dari bepergian. 4) Sunnah mengecup tangannya orang yang shaleh, alim dan zuhud. 5) Makruh mengecup tangannya orang lain karena kekayaannya.
13) Melakukan puasa 6 hari. Puasa ini boleh dilakukan dengan berbagai macam cara, baik dilakukan secara berurutan dan bersambung atau tidak. Tetapi yang lebih utama dilakukan secara berurutan. Kesunnahan puasa ini juga bisa didapat dengan melakukan puasa qadha atau nadzar. Jika puasa ini dilakukan di luar bulan Syawal maka pahalanya tidak sama dengan yang dilakukan pada bulan Syawal, sebab pahala di bulan Syawal laksana melakukan puasa fardhu setahun penuh sebagaimana bunyi hadits:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالَ كاَ نَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang melakukan puasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti puasa setahun penuh.”

Kemudian jika puasa itu dilakukan di luar bulan Syawal maka laksana melakukan puasa sunnah setahun penuh. Adat puasa Syawal yang telah berlaku, yakni puasa 6 hari secara berurutan kemudian ditutup dengan hari raya ketupat, itu hanyalah metode yang diajarkan oleh Wali Songo untuk mempermudah membiasakan dan agar tidak dirasa berat. Sedangkan niatnya berpuasa Sayawal adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ شَهْرِ شَوَّالَ سَنَةٍ للهِ تَعَالَى.

Hikmah Disyariatkannya Shalat Hari Raya
Perlu diketahui bahwa shalat jamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian. Sebab di dalamnya membentuk persatuan dan kesatuan dengan berwujud semua muslim berdiri dalam keadaan berbaris di belakang seorang imam. Sehingga mirip dengan sebuah bangunan yang saling menguatkan, bagian satu menguatkan sebagian lainnya.

Ketika hal itu dirasa belum cukup untuk mewujutkan persatuan dan kesatuan umat Islam, maka disyariatkanlah shalat Jum’at. Kemudian dirasa masih kurang lagi, maka disyariatkanlah shalat hari raya agar rasa persatuan dan kesatuan umat Islam semakin ditingkatkan. Sebab hal ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar.

Hikmah lain disyariatkannya shalat hari raya adalah menampakkan kekuatan umat Islam di mata orang kafir. Dan dengannya membentuk suatu sistem kekuasan yang akhirnya dapat menakut-nakuti orang kafir.

d. Tata Cara Shalat Idul Fitri
Tata cara shalat sunnah hari raya Idul Fitri adalah sebagai berikut

a) Bilal membaca:

صَلُّوْا سُنَّةً لِعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةُ أَثَابَكُمُ اللهُ .

b) Jamaah menjawab:

لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.

c) Membaca niat shalat:

أُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / إِمَامًا لِلَّهِ تَعاَلَى. اللهُ أَكْبَرْ

d) Melakukan shalat 2 rakaat. Rakaat pertama setelah takbiratul ihram membaca takbir (Allahu Akbar) 7 kali, sedangkan rakaat kedua setelah takbir berdiri membaca takbir 5 kali. Rakaat pertama setelah al-Fatihah membaca surat Qaf, sedangkan pada rakaat kedua setelah al-Fatihah membaca surat Iqatarabat as-Sa’ah (al-Qamar). Masing-masing takbir baik yang jumlahnya 7 atau 5 dipisah dengan bacaan:

سُبْحَانَ اللهُ وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ

Waktu melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri adalah setelah matahari terbit dan naik setinggi ujung tombak menurut pandangan mata, atau masuknya waktu Dhuha.

e. Khutbah Idul Fithri
Seusai melaksanakan shalat sunnah Idul Fitri berjamaah maka dilaksanakanlkah khutbah. Tata caranya adalah, terlebih dahulu Bilal membacakan:

أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ .أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا أَثَابَكُمُ اللهُ .أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا لَعَكُّمْ تُرْحَمُوْنَ .اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ . اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ .اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ

Kemudian khatib naik mimbar untuk berkhutbah. Contoh khutbahnya adalah sebagai berikut:

الخطبة الأولى لعيد الفطر

أَللهُ أَكْبَرْ × 9 اَللهُ أَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَأَبْدَرَ. اَللهُ أَكْبَرْ كُلَّمَا صَامَ صَائِمٌ وَأَفْطَرَ. اَللهُ أَكْبَرْ كُلَّمَا تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَأَمْطَرَ. كُلَّمَا نَبَتَ نَباَتٌ وَأَزْهَرَ. وَكُلَّمَا أَوْرَقَ عُوْدٌ وَأَثْمَرَ. وَكُلَّمَا أَطْعَمَ اْلقَانِعَ وَاْلمُعْتَرَّ. اَللهُ أَكْبَرْ، اَللهُ أَكْبَرْ لاَ إِلَهَ إِلاّ َاللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، اللهُ أَكْبَرْ لِلَّهِ اْلحَمْدُ، اْلحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ سَهَّلَ لِلْعِبَادِ طَرِيْقَ اْلعِبَادَةِ وَيَسَّرَ، وَوَفَاهُمْ أُجُوْرَ أَعْمَالِهِمْ مِنْ خَزَائِنِ جُوْدِهِ الَّتِىْ لاَ تُحْصَرُ، وَجَعَلَ لَهُمْ يَوْمَ عِيْدِ يَعُوْدُ عَلَيْهِمْ فِىْ كُلِّ سَنَةٍ وَيَتَكَرَّرُ، وَزَكَّى أَبْدَانَهُمْ مِنْ دَرَنِ السَّيِّئَاتِ وَطَهَّرَ، وَتَابَعَ بَيْنَ اْلأَوْقاَتِ لِكَىْ تُشَيَّدَ بِأَنْوَاعِ اْلعِبَادَةِ وَتُعَمَّرَ، فَمَا مَضَى شَهْرُ الصِّيَامِ إِلاَّ وَأَعْقَبَهُ بِأَشْهُرِ اْلحَجِّ إِلَى بَيْتِهِ اْلعَتِيْقِ اْلمُطَهَّرِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَهُوَ اْلمُسْتَحِقُّ لِأَنْ يُحْمَدَ وَيُشْكَرَ، وَاَشْكُرْهُ عَلَى نِعَمٍ لاَ تُعَدُّ وَلاَ تُحْصَرُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اْلمُلْكُ اْلعَظِيْمُ اْلأَكْبَرُ، الَّذِىْ جَعَلَ لِكُلِّ شَيْءٍ وَقْتًا وَأَجَلاً وَقَدَرًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدَهُ وَرَسُوْلَهُ الشَّافِعَ اْلمُشَفَّعِ فِى اْلمَحْشَرِ، نَبِيٌّ مَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ عَلىَ أَجْمَلٍ مِنْهُ وَجْهًا وَلاَ أَنْوَرَ، نَبِيٌّ أُسْرِيَ بِهِ مِنَ اْلبَيْتِ اْلحَرَامِ إِلَى اْلمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَعَرَجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ حَتَّى كاَنَ لَهُ فَوْق السَّمَوَاتِ مَصْعَدٌ وَمَظْهَرٌ، نَبِيٌّ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَأَعْطَاهُ سِيَادَةَ بَنِيْ أَدَمَ اْلأَسْوَدَ وَاْلأَحْمَرَ، نَبِيٌّ رَجَفَتْ هَيْبَتَهُ قُلُوْبُ اْلجَبَابِرَةِ حَتىَّ أَمَرَ أَمْرُهُ وَأَنَّهُ لَيَخاَفُهُ مَلِكُ بَنِي اْلأَصْفَرِ، نَبِيٌّ غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، مَعَ ذَلِكَ قَامَ عَلىَ قَدَمِهِ الشَّرِيْفِ حَتَّى تَفْطُرَ، وَجَاهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ فَمَا تَوَانَى وَلا تأخر، أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَخَلِيْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ اللهُ عَنْهُمْ الرِّجْسَ وَطَهَّرَ، اللهُ أَكْبَرْ ، اللهُ أَكْبَرْ لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ. اللهُ أَكْبَرْ وَ لِلَّهِ اْلحَمْدُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يُسَمَّى يَوْمَ اْلجَوَائِزِ فَيَرْجِعُ فِيْهِ مِنَ اْلمُصَلَّى كُلٌّ بِمَا قُسِمَ لَهُ فَائِزٌ فَاْلمُحْسِنُوْنَ يَجِدُوْنَ فِىْ صِحَافِهِمْ اْلعِزَّ وَاْلكَرَامَةَ وَاْلمُذْنِبُوْنَ يَجِدُوْنَ فِيْهَا اْلخَيْبَةَ وَالنَّدَامَةَ. عَنْ إِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا يَرْفَعُهُ: إِذَا كاَنَ يَوْمَ عِيْدِ اْلفِطْرِ هَبَطَتِ اْلمَلاَئِكَةِ إِلَى اْلأَرْضِ فِى كُلِّ بَلَدٍ فَيَقِفُوْنَ عَلَى أَفْوَاهٍ السِّكَكِ يُنَادُوْنَ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ جَمِيْعُ مَنْ خَلَقَ اللهُ إِلاَّ اْلجِنَّ وَاْلإِنْس. ياَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ أَخْرَجُوْا اِلَى رَبٍّ كَرِيْمٍ يُعْطِى اْلجَزِيْلَ وَيَغْفِرُ الذَّنْبَ اْلعَظِيْم فَإِذَا بَرَزُوْا إِلَى مُصَلاَّهُمْ قاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا مَلاَئِكَتِىْ مَا جَزَاءَ اْلأَجِيْرِ إِذاَ عَمَلَ عَمَلَهُ فَيَقُوْلُوْنَ إِلَهَناَ وَسَيِّدِناَ أَنْ تُوَفِّيَهُ أَجْرَهُ.

Para hadirin jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah. Mari kita bertaqwa kepada Allah Swt. dengan sebaik-baik taqwa. Ketahuilah bahwa hari ini disebut sebagai harinya beberapa pemberian. Sehingga pada hari ini setiap orang akan pulang dari masjid dan akan mendapatkan apa yang telah dibagikan oleh Allah. Bagi orang yang berbuat kebajikan akan mendapatkan keagungan dan kemuliaan di catatan amalnya. Dan bagi orang-orang yang berbuat dosa akan menemui penyesalan dan kerugian di catatan amalnya.

Diriwayatkan oleh Ibn Abbas Ra., berupa hadits marfu’, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Ketika hari raya Fitri para malaikat turun ke bumi di setiap negara. Mereka berdiri di perempatan-perempatan jalan dan selalu memanggil-manggil dengan suara yang bisa didengarkan oleh setiap makhluk, kecuali jin dan manusia, dengan panggilan: “Hai umat Muhammad. Keluarlah kamu kepada Tuhan Yang Mahapemurah lagi Mahamulia. Ia akan memberi dengan pemberian yang agung dan akan memaafkan setiap dosa yang kecil dan yang besar.”

Kemudian ketika orang sudah berkumpul di masjid, Allah berfirman kepada para malaikat: “Hai malaikatKu. Apa balasan bagi orang yang kerja dan telah menyelesaiakan tugasnya?”

Para malaikat menjawab: “ Wahai Tuhanku, sudah semestinya Tuan akan membalas orang-orang tersebut.”

Lalu Allah berfirman lagi: “Saksikanlah wahai malaikatKu, bahwa Aku akan membalas orang-orang yang menyelesaikan puasa dan shalatnya berupa ridha dan pengampunanKu. Kalian semua mintalah kepadaKu. Demi kemuliaan dan keagunganKu, tidak ada permintaan dari kalian semua kepadaKu apa saja untuk akhirat di hari ini kecuali Aku akan mengabulkannya. Dan tidak ada permintaan untuk dunia pada hari ini kecuali akan Aku kabulkan. Pulanglah kalian semua dari masjid, karena kalian telah mendapatkan pengampuanKu, karena kalian semua sudah ridha terhadapKu dan Aku sudah meridhaimu.”

أَعَادَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ بَرَكاَتِ هَذَا اْلعِيْدِ وَأَمُنَّنِىْ وَإِيَّاكُمْ مِنْ سَطْوَةِ يَوْمِ اْلوَعِيْدِ وَاللهُ تَعَالَى يَقُوْلُ وَفِى قَوْلِهِ يَهْتَدِىْ اْلمُهْتَدُوْنَ وَإٍذَا قُرِئ َاْلقُرْاَنُ فَسْتَمِعُوْالَهُ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَاأَيُّهَاالنَّاسُ إِنَّ وَعْدَاللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ اْلحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغُرُوْرُ إِنَّ الشَّيْطاَنَ لَكُمْ عُدُوٌ فاَتَّخْذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُوْحِزْبَهُ لِيَكُوْنُوْا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَهُمْ عَذَابٌ .

اْلخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ لِعِيْدِ اْلفِطْرِ

اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا هَطَلَ الْغَمَامُ وَنَاحَ الْحَمَامُ وَارْتَفَعَتِ الأَعْلاَمُ وَأَفْطَرَ الصُّوَّامُ، اللهُ أَكْبَرُ كُلَّمَا ارْتَقَى فَوْقَ مِنْبَرِ إِمَامٍ. وَكُلَّمَا خُتِمَ بِالأَمْسِ شَهْرُ الصِّيَامِ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ و اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. الْحَمْدُ للهِ مُعِيْدِ الْجُمَعِ وَالأَعْيادِ. وَمُبِيْدِ الْجُمُوْعِ وَالأَجْنَادِ. رَافِعِ السَّبْعِ الشِّدَادِ عَالِيَةً بِغَيْرِ عِمَادٍ. وَمَادَّ الأَرْضِ وَمُرْسِيْهَا بِالأَطْوَادِ. وَجَامِعِ النَّاسِ لِيَوْمٍ لاَ رَيْبَ فِيْهِ إِنَّ اللهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ. أَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمٍ لاَ يُحْصَى لَهَا تَعْدَادٌ. وَأَشْكُرُهُ وَكُلَّمَا شُكِرَ زَادَ. وَأَسْأَلُهُ أَنْ يَصْرِفَ عَنَّا الْمُعْضِلاَتِ الشِّدَادَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلاَ أَنْدَادَ. شَهَادَةً صَادِرَةً مِنْ صَمِيْمِ الْفُؤَادِ. أَرْجُوْا بِهَا النَّجَاةَ فِى يَوْمِ التَّنَادِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى شَرَعَ الشَّرَائِعَ وَسَنَّ الأَعْيَادَ. وَقَرَّرَ قَوَاعِدَ الْمِلَّةِ وَرَفَعَ الْعِمَادَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْبَرَرَةِ الأَنْجَادِ. الذَّائِذِيْنَ عَنْ شِرْعَتِهِ بِالْمُرْهِفَاتِ الْحِدَادِ. اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
)أَمَّا بَعْدُ) فَيآ أَيُّهَا النَّاسُ : اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّهُ لَيْسَ السَّعِيْدُ مَنْ أَدْرَكَ الْعِيْدَ، وَلاَ مَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ وَلاَ مَنْ قَادَ الْخَيْلَ الْمُسَوَّمَةَ وَخَدَمَتْهُ الْعَبِيْدُ، وَلاَ مَنْ أَتَتْهُ الدُّنْيَا عَلَى مَا يُرِيْدُ، لَكِنْ وَالهِ السَّعِيْدُ مَنْ خَافَ يَوْمَ الْوعِيْدِ، وَرَاقَبَ اللهَ فِيْمَا يُبْدِى وَيُعِيْدُ، وَنُجِّىَ مِنْ نَارٍ حَرُّهَا شَدِيْدٌ وَقَعْرُهَا بَعِيْدٌ، وَطَعَامُ أَهْلِهَا الزَّقُّوْمُ، وَشَرَابُهُمُ الْمُهْلُ وَالصَّدِيْدُ، وَلِبَاسُهُمُ الْقَطْرَانُ وَالْحَدِيْدُ وَعَذَابُهُمْ أَبَدًا فِى مَزِيْدٍ، وَفَازَ بِجَنَّةٍ لاَ يَفْنَى نَعِيْمُهَا وَلاَ يَبِيْدُ، فَاتَّقُوْا اللهَ بِامْتِثَالِ أَمْرِهِ الأَكِيْدِ، وَوَحِّدُوْا رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَأَدُّوْا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَصُوْمُوْا شَهْرَكُمْ وَحُجُّوْا بَيْتَ رَبِّكُمْ وَأَطِيْعُوْا ذَا أَمْرِكُمْ هَذَا شَأْنُ الْعَبِيْدِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ الَّذِى عَلِمَ مِنَ الْغَيْبِ مَكْنُوْنَهُ، وَأَنْجَزَ مِنَ الْوَعْدِ مَضْمُوْنَهُ، وَحَتَّمَ بِالْفَنَاءِ عَلَى مَنْ دُوْنَهُ وَاخْتَارَ مُحَمَّدًا أَمِيْنَهُ، وَجَعَلَ الْحَنِيْفِيَّةَ شِرْعَتَهُ وَدِيْنَهُ، أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنىَّ فِيْهِ بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَثَلَّثَ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ جَلَّ مِنْ قَائِلٍ عَلِيْمًا ﴿ إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا﴾. وَقَدْ قَالَ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا . اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى النَّبِىِّ الْهَاشِمِىِّ الأَوْفَى، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ أَصْحَابِهِ السَّادَةِ الْحُنَفَا، وَخُصَّ مِنْهُمُ الأَرْبَعَةَ الْخُلَفَا، ذَوِى الْفَضْلِ الْجَلِىِّ وَالْقَدْرِ الْعَلِىِّ أَبَابَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىَّ وَعَنِ السِّتَّةِ الْبَاقِيْنَ مِنَ الْعَشْرَةِ، وَعَنْ جَمِيْعِ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا نَبِيَّكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ. اللَّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَعَنْ أُمِّهِمَا الْبَتُوْلِ فَاطِمَةَ بِنْتِ الرَّسُوْلِ. اللَّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الطَّاهِرَةِ الْمُطَهَّرَاتِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ زَوْجَاتِ نَبِيِّنَا الصَّادِقِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَاقْتَفَى، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَرَحْمَتِكَ يَا أَكْرَمَ مَنْ تَجَاوَزَ وَعَفَا. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا رَخَاءً سَخَاءً وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ آمِنَّا فِى دُوْرِنَا وَأَصْلِحْ أُوْلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَقِمْ عَلَمَ الْجِهَادِ. وَاقْمَعْ أَهْلَ الشِّرْكِ وَالْفَسَادِ وَالْعِنَادِ، وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ عَلَى الْعِبَادِ، يَا مَنْ لَهُ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ وَإِلَيْهِ الْمَعَادِ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ نَوِّرْ عَلَى أَهْلِ الْقُبُوْرِ قُبُوْرَهُمْ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلأَحْيَاءِ وَيَسِّرْ لَهُمْ أُمُوْرَهُمْ. اللَّهُمَّ تُبْ عَلَى التَّائِبِيْنَ، وَاغْفِرْ ذُنُوْبَ الْمُذْنِبِيْنَ، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنِ الْمَدِيْنِيْنَ، وَاشْفِ مَرْضَى الْمُسْلِمِيْنَ، وَاكْتُبِ الصِّحَّةَ وَالْعَافِيَةَ وَالسَّلاَمَةَ وَالتَّوْفِيْقَ وَالْهِدَايَةَ لَنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ، فِى بَرِّكَ وَبَحْرِكَ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْغَلاَ وَالرِّبَا وَالْوَبَى وَالزِّنَى وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، ﴿ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارَ﴾. عِبَادَ اللهِ، ﴿ إِنَّ الله َيَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِىْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَأَوْفُوْا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلاَ تَنْقُضُوْا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللهُ عَلَيْكُمْ كَفِيْلاً إِنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ﴾. وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَالله ُيَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ﴾

(Referensi: Asy-Syarqawi, I’anat ath-Thalibin, Tanwir al-Qulub, Bujairami ‘ala al-Khathib, Hasyiyat al-Jamal, Nihayat az-Zain, al-Munasabah li as-Sayyid Muhammad al-Maliki, al-Adzkar an-Nawawi, Kitab Primbon Syaikh Sholeh Daratdan Durrat an-Nashihin).


By: Ardi Setyo W

Hakikat Kembali Kepada Fitrah

KAMMI UPGRIS - 

الله أكبر الله اكبر الله اكبر لا اله الا الله الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لااله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لااله الا الله ولانعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون لااله الا الله و الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.

الحمد لله الذى شرع للمسلمين الصيام فى شهر رمضان سببا على تكفير الذنوب و مضاعفة الأجور من صام نهاره وقام لياله ايمانا واحتسابا غفر له ما تقم من ذنبه. أشهد أن لااله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسل إلى جميع عباد الله من الإنس والجان. وصلى الله على محمد خير الأنام وسيدنا المرسلين وعلى آله وصحبه والتابعين وتابعهم إلى آخرالزمان. اما بعد


Al-Hamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT atas perkenan-Nyalah kita masih diberi kesehatan, keimanan sehingga dapat berjumpa lagi dengan Syawal untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya. Idul Fitri adalah hari raya Islam yang disebut hari raya berbuka, setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka.

Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, Nabi yang telah mengajarkan kepada kita pentingnya menunjukkan kepedulian kepada sesama. Keselamatan dan kesejahteraan semoga tercurah kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya.

Sebagai muslim, kita wajib meyakini bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan kita kecuali untuk menyembah kepada-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“ (QS. Az-Dzariyat: 56). Olehnya itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri tidak mau taat dan tunduk kepada Allah SWT, maka ia telah mengingkari tujuan ia diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni neraka dalam keadaan dihinakan.

Ketika masih berada di alam rahim, Allah SWT telah mengambil perjanjian kesiapan dari manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya sebelum mereka lahir ke muka bumi ini. Allah SWT menanyai ruh manusia tentang kesiapan mereka mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya, lalu ruh tersebut menjawab dengan tegas bahwa mereka bersaksi tiada Tuhan selain Allah yang berhak mereka imani dan mereka sembah. Allah bertanya kepada ruh tersebut:

أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (QS. Al-A’raf: 172)

Dalam menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan pada alam rahim tersebut, Allah SWT memerintahkan manusia setelah ia lahir, agar menghadapkan wajahnya kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaannya, sebagaimana firman-Nya:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)

Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Namun keadaan manusia sekitarnya yang telah mempengaruhinya sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka berubahlah ia dari ketauhidan menjadi kemusyrikan, dari keimanan menjadi kekafiran. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Fitrah adalah suasana jiwa yang suci yang menjelma dalam pemeliharaan tauhid, ketundukan dan penghambaan, serta pemeliharaan kesucian diri sebagai hamba Tuhan yang Maha Pengasih. Jika di penghujung Ramadhan ini kaum muslimin merayakan hari Raya Idul Fitri, tentu maknanya adalah kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan ini sebagai proses pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. Dan hakikat kembali fitrah itu diwujudkan dalam bentuk mengokohkan ketauhidan, menguatkan komitmen ubudiyah, dan memelihara karakteristik terpuji.

Wujud kembali kepada fitrah yang pertama adalah: Mengokohkan Ketauhidan

Ibadah Ramadhan telah kita sempurnakan, mulai dari puasa, shalat tarawih, tilawatil Qur’an, membayar zakat fitrah dan zakat harta, I’tikaf, membaca dzikir dan ma’tsurat, hingga hari ini kita tuntaskan dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini sebagai bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah SWT.

Sebagai hamba, kita menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai. Suami menghabiskan hampir semua waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia meninggalkan shalat Zhuhur dan Asharnya, dan istri menghabiskan hampir semua waktu malamnya untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali ketinggalan shalat Maghrib dan isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan kita seolah lemah keimanannya hingga boleh jadi sampai pada titik keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus berlanjut, kita pasti akan semakin jauh dari fitrah kita.

Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan kita dan mengembalikan kita kepada fitrah. Ramadhan merupakan bulan yang disiapkan Allah SWT untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang memohon ampunan kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang lalai dari ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya. Semoga Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman dan ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya, sehingga kita semua mendapatkan ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa berpuasa dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

Melalui momentum Idul fitri ini, marilah kita mengokohkan keimanan dan tauhid kita, yang dengannya kita akan senantiasa terjaga pada fitrah kehambaan kita yang lurus, kita akan dijauhkan dari sikap menghinakan diri kepada makhluk. Dengan kekuatan tauhid, orang yang kaya akan menjaga fitrah dirinya sehingga tidak sombong dan angkuh, dengannya pula orang miskin akan tegar mengarungi ujian hidupnya dan tidak berputus asa.

Wujud kembali kepada fitrah yang kedua adalah: Menguatkan Komitmen Ubudiyah

Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Dia dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah-ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah. Dengan pembuktian komitmen tersebut, setiap muslim akan mampu mengantarkan dirinya kepada ketakwaan. Al-Qur’an menegaskan bahwa dibalik perintah ibadah puasa tersebut Allah SWT menghendaki agar setiap hamba yang melaksanakannya dapat mengantarkan dirinya ke derajat takwa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Perintah takwa adalah perintah agama yang harus dilanggengkan dalam kehidupan setiap muslim, ia wajib memeliharanya hingga ia berhadapan dengan kematiannya. Apabila seseorang memelihara ibadahnya secara benar dan konsisten, akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat istimewa yang menjadikannya lebih mulia dari hamba-hamba yang lain. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jika seorang muslim ingin membuktikan kesungguhannya untuk kembali kepada fitrahnya, salah satu bentuknya adalah dengan membuktikan komitmen ibadahnya. Ia memelihara shalat yang difardhukan kepadanya dan melengkapinya dengan shalat-shalat sunnah. Ia berpuasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Ia melaksanakan haji ke Baitullah dan menyempurnakannya dengan umrah.

Ibadah itu mempunyai tujuan asasi dan tujuan-tujuan lain yang menyertainya, di mana tujuan-tujuan yang menyertai ibadah tersebut merupakan keshalihan jiwa dan meraih keutamaan dalam setiap ibadah. Imam As-Syathibi mengatakan bahwa asal mula disyariatkannya ibadah shalat adalah ketundukan kepada Allah SWT dengan mengikhlaskan penghadapan diri kepada-Nya, bersimpuh di atas kaki kehinaan di hadapan-Nya dan mengingatkan jiwa agar senantiasa ingat kepada-Nya. Allah SWT berfirman “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha: 14) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) lebih besar keutamaannya.” (QS. Al-Ankabut: 45).

Dengan menjaga konsistensi ibadah dan menegakkannya secara sempurna, seorang muslim akan terpelihara fitrah kesuciannya.

Wujud kembali kepada fitrah yang ketiga adalah: Memelihara Karakteristik Terpuji

Cara lain memaknai pemeliharaan fitrah kita adalah dengan menjaga karakteristik kehambaan kita. Karakteristik yang dimaksud adalah karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Apabila seseorang memiliki sifat-sifat tersebut, maka ia akan merasakan ketenangan dalam hidupnya. Ia tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Ia juga akan terhindar dari bahaya pertengkaran dan perselisihan yang besar, karena sifat sabar yang dimilikinya. Bahkan ia akan dicintai orang sekitarnya, karena tidak menunjukkan sifat tamak dan rakus, disebabkan kuatnya sifat syukur dalam dirinya.

Orang yang amanah, jujur, sabar dan syukur adalah orang yang akan disenangi dan dirindukan semua orang. Ia adalah bukti nyata orang yang bersungguh-sungguh memelihara fitrah kehambaanya. Semua karakter terpuji itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses penempaan dan pelatihan. Dan salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa. Dengan berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam berpuasa ia sudah melatih dirinya agar amanah memelihara puasanya dari segala hal yang membatalkannya, meski pun orang lain tidak melihatnya. Ia memelihara amalan puasanya semata-semata karena Allah SWT. Ia mungkin bisa berbohong kalau ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat kepada Allah SWT.

Puasa juga membentuk karakter sabar. Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah setengah dari kesabaran”. Dengan menguatnya sifat sabar pada diri seorang muslim, ia akan bisa menjaga diri untuk tidak terlibat dalam konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil apa pun lingkup dan kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah perbedaan pendapat, maka ia akan bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang bijaksana. Ia tidak mau perbedaan pendapat itu mengundang malapetaka yang besar, yaitu munculnya rasa gentar dan hilang kekuatannya dalam menghadapi musuh-musuhnya. Ia merenungkan firman Allah SWT tentang hal tersebut:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal: 46)

Marilah kita kokohkan persaudaraan kita sesama muslim di atas rasa cinta dan itsar (mengutamakan saudara). Janganlah perbedaan-perbedaan seperti menetapkan masuknya 1 Syawal menjadikan kita saling berbantah-bantahan dan saling membenci. Sikap itu hanya akan memuaskan setan dan hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga akan dihinggapi rasa lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi umat yang kuat. Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji, berganti dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhirnya kita tidak kembali kepada fitrah, padahal kita berkumpul menaikkan shalat Idul fitri hari adalah agar kita kembali kepada fitrah kita.

Untuk mengakhiri khutbah ini, marilah kita tundukkan kepala kita, melupakan kebesaran diri kita di hadapan manusia, mengakui betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan Allah Penggenggam langit dan bumi.

اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

Ya Allah Ya Rabb, kami berlindung pada-Mu dari hawa nafsu yang penuh ambisi, yang selalu mau menang sendiri dan tidak mau peduli dengan penderitaan sesama. Jadikanlah kami hamba-hamba yang tahu mensyukuri nikmat dan karunia-Mu. Tanamkanlah dalam hati kami kepekaan rasa, yang membuat kami mampu meraba penderitaan saudara-saudara kami dan mau membantunya.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

Ya Allah yang Maha Kuat! berikanlah kami kekuatan agar kami mampu memikul beban yang dititipkan di pundak kami, Ya Allah yang maha Maha Kaya lepaskanlah kami dari lilitan utang dan kesulitan ekonomi kami, Ya Allah yang Maha Penyayang buanglah rasa benci dan dendam yang bersemayam di dalam dada kami, Ya Allah yang Maha Pengasih tanamkanlah dalam dada kami rasa kasih kepada orang tua kami, anak-anak kami, dan saudara-saudara kami. Ya Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Penerima Taubat dengarlah permohonan kami dan terimalah taubat kami. Innaka Antas Samiud Du’a wa Innaka Antat Tawwabur Rahim.

Ya Allah Ya Rabb, anugerahkan rasa syukur kepada kami agar kami dapat mengerti arti jasa ibu bapak kami, terkhusus ibu kami, yang bersedia dengan tulus menampung kami selama berbulan-bulan di dalam rahimnya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah, yang rela bersakit-sakit bersimbah darah ketika melahirkan kami, yang bersedia mempertaruhkan nyawanya demi agar kami dapat menghirup udara kehidupan, yang bersedia terganggu tidurnya setiap malam demi agar kami dapat tertidur lelap, yang bersedia menahan rasa lapar dan dahaganya demi agar kami dapat merasakan kenyang.

Ya Allah Ya Rabb, kami tahu keridhaan-Mu terdapat pada keridhaannya dan kemurkaan-Mu terdapat pada kemurkaannya, maafkan kami jika selama ini khilaf telah melukai hatinya atau membuatnya tidak ridha kepada sikap dan tingkah laku kami. Maafkan kami ya Allah jika kami tidak mampu membalas kebaikannya. Kami tahu bahwa yang ia butuhkan dari kami bukanlah materi dan harta tapi cinta dan kasih sayang kami seperti ia menyayangi kami di waktu kecil. Maafkan kami jika ia sakit kami tak menjenguknya. Jika ia butuh, kami tak di sampingnya. Jika ia merindukan kami, kami tak datang menyapanya. Ya Allah ya Rabb Jadikanlah kami hamba-hamba yang siap mengistimewakannya di dalam hati kami, lalu mau membalas jasa-jasanya, meski kami sadar tidak akan mampu membalasnya.

ربنااغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغيرا

Ya Allah Ya Rabb. Kabulkanlah permohonan orang-orang kecil bangsa kami yang merindukan ketenangan, kestabilan dan kemakmuran. Jangan Engkau timpakan azab kepada kami hanya karena kedurhakaan segelintir orang di antara kami. Jadikanlah kami mulia dengan kesederhanaan kami dan janganlah Engkau hinakan kami dengan curahan rezki yang melimpah ruah.

Bimbinglah ya Allah derap langkah kami dan pemimpin kami yang dengan tulus ikhlas hendak mengeluarkan kami dari keterpurukan dan kesulitan hidup, dengan kemurahan dan kasih sayang-Mu. Agar kami dapat mengantarkan bangsa kami ini menuju negeri yang lebih baik yaitu Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.

اللهم يا مجيب دعوة المضطر اذادعاك نسألك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك والعزيمة على الرشد والغنيمة من كل بر و السلامة من كل اثم والفوز بالجنة والنجاة من النار

Ya Allah jika begitu lama kami melalaikan perintah-Mu. Jika bertahun-tahun kami terpedaya oleh hawa nafsu kami sehingga lalai dari jalan-Mu, jika dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi kami telah berbuat durhaka kepada-Mu dan telah menganiaya diri kami sendiri. Maka maafkanlah kami dan ampunilah dosa-dosa kami. Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Anna.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ربنا تقبل منا انك انت السميع العليم وتب علينا انك انت التواب الرحيم. آمين يا رب ا لعالمين يا حي يا قيوم يا ذالجلال والإكرام وصل وسلم على نبينا محمد وعلى آله واصحابه اجمعين



By: Ardi Setyo W

16/07/14

Lailatul Qodar, Hadiah Allah Kepada Kita


Alhamdulillahi Robbil Alamin, senang rasanya bisa berbagi. Pada kesempatan kali ini kami ingin membahas tentang malam Lailatul Qadar. Apakah malam Lailatul Qadar itu?

Lailatul Qadar adalah merupakan satu hadiah Allah kepada kita, umat Nabi Muhammad s.a.w. Malam itu adalah malam yang paling tinggi kedudukannya dalam Islam, diikuti oleh malam Nisfu Sya'ban. Malam ini diturunkan atau dijadikan Allah untuk meningkatkan kedudukan atau pangkat manusia karena siapa yang bertemu dengannya dalam keadaan melakukan ibadat atau memikirkan kebesaran Allah, dia mendapat pahala seperti beribadat selama 1000 bulan atau 84 tahun. Dalam Qur'an Surat Al-Qadr dijelaskan bahwa Malam Lailatul-Qadar lebih baik daripada seribu bulan. Namun siapa yang tidak bertemu dengannya, dia tetap mendapat pengampunan daripada Allah asalkan dia berusaha untuk mendapatkannya. Tidak ada ruginya siapa saja yang mencari Lailatul Qadar walau dia mendapatnya atau tidak, dia tetap beruntung. Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lalu dan barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lalu” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)

Walaupun ada ulama berpendapat Lailatul berawal selepas waktu Maghrib, namun ada yang berpendapat Lailatul Qodar adalah sepertiga akhir malam, karena setelah waktu inilah suasana sepi malam mulai terasa, misalnya sekitar jam 03.00 pagi. Malam itu tidak panas dan tidak sejuk dan pada paginya matahari tampak tetapi tidak panas karena malaikat turun pada malam harinya. Hal ini dijelaskan pada Hadist berikut

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:“Malam al-Qadar adalah malam yang indah penuh kelembutan, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin. Manakala pada keesokan harinya sinar mataharinya kelihatan melemah kemerah-merahan.”(Hadist Riwayat ath-Thayalisi , Ibnu Khuzaimah, al-Bazzar dan sanadnya hasan)

Dan dalam Hadist lain dijelaskan pula:

“Pagi hari (setelah) Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan (tanpa sinar), seakan-akan ia bejana sehinggalah ia meninggi.” (Hadis Riwayat Muslim)

Namun Mayoritas ulama berpendapat Lailatul Qodar terjadi pada bulan Ramadahan, walaupun ada sahabat yang bertemu dengan Lailatul Qodar di luar Ramadhan. Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil 10 malam terakhir. Rasulullah s.a.w. sebenarnya telah mengetahui dari Malaikat Jibril tentang bagaimanakah malam Lailatul Qadar, namun belum sempat Baginda hendak memberitahu sahabat, Baginda terlupa karena melihat dua orang sahabat sedang bertengkar. Hal ini ditegaskan sabda beliau:

“Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kamu tentang Lailatul Qadar, tetapi ada dua orang sedang bertengkar sehingga pengetahuan mengenai Lailatul Qodar tidak saya berikan. Mudah-mudahan ini lebih baik bagi kamu, carilah di malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain, pada malam ke tujuh, sembilan dan lima).” (Hadis Riwayat al-Bukhari)

Maka dari itu saudaraku, Berdoalah agar dipertemukan dengan Lailatul Qadar. Allah akan beri hadiah yang besar kepada mereka yang mencarinya dan Lailatul Qodar juga adalah satu hadiah. Allah akan pertemukan mereka yang mencarinya, hargailah malam ini. Sekirnya bertemu dengannya, berdoalah seperti yang diajar oleh Rasulullah kepada Aisyah r.a. Dalam suatu riwayat Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang doa apakah yang perlu diminta jika bertemu Lailatul Qadar. Jawab baginda bacalah “Allahumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbull ‘afwa , fa’fu ‘anni”, seperti yang selalu dibaca selepas sembahyang terawih.

Demikian yang dapat kami tuliskan dan sampaikan, semoga bisa bermanfaat untuk kita semua.
Amin Ya Robbal Alamin..
Wallahu A'lam






By: Ardi Setyo W

15/07/14

Nuzulul Qur'an



Allah Ta'ala berfirman,

"Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeda (furqan, antara yang haq dengan yang bathil)" (Al-Baqarah: 185).

Bulan Ramadhan merupakan yang di dalamnya terlimpah berjuta ni'mat, salah satunya karena Al-Qur'an pertama kali diturunkan pada bulan ini dan pada bulan ini pula turunnya anugerah "lailatul qadar".

Sisi lain dan diturunkannya Al-Qur'an adalah sebagai penyadaran bagi umat bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk yang sempurna dan paripurna bagi orang-orang bertaqwa (Al-Baqrah: 2). Dan sebagai petunjuk kehidupan, mestinya kita jadikan Al-Qur'an sebagai pengarah langkah kehidupan kita, pijakan setiap amal kita, parameter serta barometer segala kehidupan kita. Karena Allah telah menegaskan bahwa petunjuk Al-Qur'an lah yang paling "terjamin" segala kesempurnaannya -mengatur masalah syariat dan tata cara pelaksanaannya, (Al-Maidah: 48,50) maupun kemurnian (ashalah dan orisinalitas) ajarannya (Al-Hijr: 9).

Namun sayang banyak kita saksikan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an setelah mengalami berbagai krisis kehidupan. Al-Qur'an hanya dijadikan pelarian ketika tidak ada lagi "cara pemecahan" lainnya. Ini berarti Al-Qur'an yang asalnya adalah "cahaya kehidupan" yang harus kita letakkan di depan langkah kita, baru diambil cahaya itu ketika "tersandung dan jatuh". Mestinya kita tidak bersikap demikian, karena kalau kita ingin sukses dunia akhirat, Al-Qur'an harus selalu ada di depan kita dan memandu seluruh amal kita.

Mengapa kita harus berhukum pada Al-Qur'an?

Pertama, karena Al-Qur'an memuat segala aturan dan permasalahan kehidupan kita, dan jawabannya atas segala sisi kehidupan manusia. Hal ini sangat logis karena Al-Qur'an diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui seluruh ciptaan-Nya dan segala seluk-beluknya yang sangat rinci. Sehingga hanya Allah-lah yang paling pantas menentukan aturan kehidupan ini. Sebagai gambaran paling mudah misalnya sebuah pabrik melemparkan produk motor ke pasaran. Pabrik tersebut tentunya merancang mesin tersebut sesempurna mungkin, sehingga dialah yang paling tahu seluk-beluk motor yang dilempar ke pasaran. Disamping melempar produk, sebuah pabrik juga akan menyertakan "caution", yakni petunjuk penggunaan dan perawatan mesin. Gunanya agar motor yang dijual dapat berjalan baik selama mengikuti petunjuk perawatan, seperti ketentuan check-up, ganti oli, perawatan mesin, bahan bakar yang mesti digunakan, beserta larangan-larangan atau pantangannya. Bagi mereka "patuh" dijamin motor awet dan tahan lama serta dapat berfungsi baik sebagaimana mestinya. Tapi bagi mereka yang "tidak patuh atau ngeyel" masih baru sudah diprotoli, maka dijamin tidak akan lama "umur motor tersebut".

Demikian juga manusia diciptakan Allah dilengkapi aturan "penggunaan dan perawatan" atau juklak. Selama manusia tertib terhadap aturan main, Insya Allah dijamin awet, lancar dan bermanfaat dunia akhirat, serta membahagiakan diri dan orang lain.

Kedua, Al-Qur'an adalah juklak kehidupan yang terjamin orisinalitasnya. Sebagai perundang-undangan kehidupan, Al-Qur'an satu-satunya kitab yang tahan uji dan tahan terhadap berbagai upaya untuk menyelewengkan atau merusak Al-Qur'an. Sebagaimana janji atau komitmen Allah bahwa,

"Kami telah menurunkan Al-Qur'an dan Kami-lah yang senantiasa menjaganya" (Al-Hijr: 9).

Allah Azza wa Jalla berfirman,

"...Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebathilan, baik dari depan maupun dari belakang" (Fushilat: 42).

Komitmen ini dibuktikan dengan adanya mukjizat Al-Qur'an yang mudah dihafal, dipahami dan diamalkan. Ini sesuai dengan tabiat bahasa Arab yang mudah dihafal dan mudah dipahami serta diamalkan. Demikian juga banyak kita lihat ulama dan hafidz yang selalu menjaga kemurnian Al-Qur'an, tumbuhnya mujaddid (pembaharu) yang selalu menjaga dan mengembalikan Islam pada kemurniannya. Tumbuh suburnya Taman Pendidikan Al-Qur'an, TPA, TPQ, TK Al-Qur'an dan sebagainya. Sehingga bila ada satu huruf yang diganti, pasti Allah akan membeberkan kejahatan orang-orang yang mencoba merusak Al-Qur'an.

Ketiga, Al-Qur'an lah satu-satunya undang-undang kehidupan yang paling pas bagi manusia dn segenap semesta raya. Karena Al-Qur'an telah menjamin bagi orang berpijak di atasnya dengan benar, tidak akan sesat selamanya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus" (Al-Isra': 9).

Rasulullah SAW bersabda,

"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila berpegang kepadanya niscaya tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur'an dan Sunah".

Al-Qur'an mampu menjawab pertanyaan besar yang ada dalam setiap pikiran manusia, min aina...ilaa ainaa...limadzaa? Dari mana kita berasal? Hendak kemana? Dan untuk apa kita hidup di dunia ini? Di dalam Al-Qur'an dipaparkan arah dan tujuan kehidupan, sejarah umat masa lalu dan prediksi (gambaran) kehidupan masa depan, berbagai peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan dan seluruh yang dibutuhkan. Semuanya ada dalam Al-Qur'an.

Juga atas pertanyaan "fitrah" terbesar yang ada dalam benak kita tentang siapa yang telah menciptakan kita? Kepada siapa hendaknya kita mengabdi dan memohon pertolongan? Dan bagaimana agar kita bisa hidup teratur, bahagia dan sejahtera selamanya? Al-Qur'an lah yang akan menjawab, yakni melalui risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah Ta'ala berfirman,

"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Al-Huda (yakni Al-Qur'an) dan ditemui haq (Yakni Al-Islam), untuk memenangkan di atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya" (Ash-Shaff: 9).

Mengapa? Karena di dalam Al-Qur'an yang telah dibawa RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam akan menunjuki manusia tentang pencipta yang Haq, yakni Allah Ta'ala. Menunjuki manusia tentang cara hidup yang teratur yakni dengan aturan Islam.

Keutamaan-Keutamaan Al-Qur'an

Disamping itu ada beberapa hal yang mesti dicatat oleh tiap muslim tentang keutamaan Al-Qur'an, keutamaan membaca dan menghafalnya. Ini dalam rangka meningkatkan iman dan cinta kepada Al-Qur'an pada khususnya, serta Al-Islam secara keseluruhan.

Al-Qur'an adalah kitab yang diberkahi (mubarak), pemberi cahaya (nuur), pembeda haq dan bathil (furqan), obat penyakit hati dan jiwa (syifa'ul limaa fish-shuduur), penjelas segala persoalan (al-bayan), petunjuk (al-huda) dan masih banyak nama Al-Qur'an sesuai fungsinya.

Ahli Qur'an adalah sebaik-baik manusia
Rasulullah SAW bersabda, "Khairukum man ta'allamal Qur'aana wa 'allamahu... Rawahul Bukhari... sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya... hadits riwayat Bukhari".

Orang yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an adalah sebaik-baik generasi, yakni generasi rabbani qur'ani, Allah Ta'ala berfirman, "jadilah kalian orang-orang (generasi) rabbani (generasi yang sempurna iman dan taqwanya), karena kalian senantiasa mengajarkan Al-Qur'an dan disebabkan kalian senantiasa mempelajarinya" (Ali Imran: 79).

Ahli Qur'an digolongkan sebagai kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mempunyai dua keluarga di antara manusia". Mereka bertanya, "Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ahli Qur'an adalah keluarga Allah dan orang-orang yang khusus (pilihan)" (HR. Nasa'i, Ahmad dan Ibnu Majah).

Menduduki kedudukan sesuai akhir ayat yang dibacanya.
Rasulullah SAW bersabda, "Dikatakan kepada orang yang beriman dengan Al-Qur'an, "Bacalah dan bacalah sekali lagi serta tartilkanlah, seperti yang lengkau akukan di dunia, karena manzilahmu (kedudukanmu) terletak di akhir ayat yang engkau baca". (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Al-Baghawi, Ibnu Hibban, dan Hakim).





Dikutip dari:
Materi Ceramah Ramadhan dan Umum
Abu Izzuddin

By : Ardi Setyo W